Dalam kehidupan pasti akan menemukan hal-hal yang
tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Persoalan kehidupan yang mungkin
membuat kita resah, merasa terbuang dan merasa bahwa itu adalah upah dari
dosa-dosa kita. Persoalan yang datang tersebut dapat saja berupa bencana alam,
persoalan ekonomi, persoalan rumah tangga dan mungkin masih banyak lagi yang
lainnya. Dan sering kali kita mengambil kesimpulan bahwa persoalan tersebut
datang karena dosa-dosa kita, atau kesalahan orang tua dan nenek moyang kita.
Dan tidak jarang pula kita selalu akan bertindak
menjadi “hakim” atas kejadian-kejadian ataupun kesusahan yang menimpa orang
lain sebagai upah dari dosa-dosa mereka. Kita akan mengatakan bahwa apa yang
terjadi terhadap mereka adalah balasan dari kesalahan-kesalahan yang mereka
lakukan.
Namun apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus,pada kitap
Lukas 13:1-5 tersebut, Bahwa orang-orang yang mati ditangan Pilatus, yang
darahnya diambil dan disatukan dalam korban persembahannya (ayat 1) bukanlah
mati akibat dosa-dosa mereka. Ayat 2-3 jelas dikatakan Yesus, bahwa belum tentu
dosa orang-orang tersebut jauh lebih besar dari dosa orang-orang yang menanyai Yesus tersebut.
Bila kita beranggapan bahwa setiap orang yang
mengalami kesusahan adalah orang-orang yang berdosa, bagaimana kita memandang
kesusahan yang dialami oleh Ayub? Kita mengetahui bahwa Ayub adalah orang yang
taat kepada Tuhan. Namun Tuhan mengizinkan kesusahan demi kesusahan terjadi
pada Ayub. Dimulai dari kematian anak-anaknya, hartanya juga habis, tubuhnya
penuh dengan kudis dan istrinya juga tidak memperhatikan dia lagi dan malah
menyuruh Ayub untuk mengutuk Allahnya. Apakah itu karena dosa-dosa Ayub, atau
dosa dari buyut atau orang tuanya. Tidak. Semua itu memang diizinkan Tuhan
terjadi kepadanya, karena Tuhan yakin, Ayub tidak akan bersalah, walaupun
kesusahan tersebut menimpa dia.
Pada Yohanes 9:2-3, jelas dikatakan Yesus kepada
murid-muridnya bahwa orang buta tersebut bukanlah buta diakibatkan dari dosa
siapapun melainkan karena Allah ingin menunjukkan kuasaNya yang besar atas
kehidupan kita manusia. Dengan terjadinya kesusahan-kesusahan tersebut, Allah
ingin kita lebih mengerti, bahwa semua yang terjadi dalam kehidupan kita semua
bersumber dari Allah, dan bila kita mudah untuk memahaminya, kita akan segera
mengetahui bahwa Allah sangat berkuasa atas segala sesuatu dalam dunia ini.
Allah akan menunjukkan kuasanya kepada orang yang
mungkin lebih mampu untuk menolong orang yang sedang dalam kesusahan tersebut. Dan
akan membentuk kita menjadi orang yang lebih bersyukur atas segala nikmat yang
kita dapatkan, mau untuk berbagi dengan orang yang mungkin tidak seberuntung
kita. Bukan malah mencari keuntungan dari kesusahan orang lain. Yesus tidak
menginginkan kita untuk menjadi “hakim” atas kesusahan orang, namun
mengharapkan kita untuk bertobat dan lebih memahami bahwa apapun yang terjadi
dalam kehidupan kita, itulah kuasa dari Allah. Tidak satu orang pun dapat untuk
menolak dan menghindarinya.